Buya Syafii Tutup Usia

Thehok.id – Buya Ahmad Syafii tutup usia. Mantan ketua umum PP Muhammadiyah itu meninggal dunia di RS PKU Muhammadiyah Gamping, Sleman, Yogyakarta pukul 10.15, Jumat (27/5/2022).

“Muhammadiyah dan bangsa Indonesia berduka. Telah wafat Buya Prof Dr H Ahmad Syafii Maarif pada hari Jumat tgl 27 Mei 2022 pukul 10.15 WIB di RS PKU Muhammadiyah Gamping,” kata Haedar Nashir, Ketua Umum PP Muhammadiyah.

Sebelum meninggal dunia, Buya Syafii Maarif sempat dilarikan ke rumah sakit karena sesak napas. Tetapi, Direktur RS PKU Muhammadiyah, Ahmad Faisol mengungkapkan saat itu kondisi Buya sempat membaik setelah melalui sejumlah pemeriksaan.

Baca juga : Karyawal Pinjol Online Diamankan, 58 Aplikasi Ilegal Diblokir

Sesak napas seperti yang dialami Buya Ahmad Syafii Maarif sebelum meninggal bisa disebabkan oleh banyak hal dan beberapa di antaranya bisa lebih serius.

Penyebab umum sesak napas termasuk latihan aerobik, aktivitas fisik yang intens, asma, kecemasan atau berada di ketinggian. Pada beberapa kasus, sesak napas bisa menjadi gejala dari kondisi yang mengancam jiwa.

Menurut para ahli Cedars-Sinai, amiloidosis jantung adalah kondisi medis terkait sesak napas yang sering diabaikan. Kondisi ini paling umum dialami pria usia 70 tahun ke atas.

Kondisi ini disebabkan oleh protein amiloid yang menumpuk di jantung. Hal ini menyebabkan kekakuan dan tekanan yang sering mengakibatkan gagal jantung.

“Gejala pertama bagi banyak pasien dengan amiloidosis jantung adalah sesak napas,” kata Dr. Jignesh Patel, direktur Program Amiloidosis Jantung, dikutip dari Cedars Sinai.

Baca juga : Anak Ridwan Kamil Masih Belum Ditemukan, Tim SAR Lanjutkan Pencarian

Hal itu karena kemampuan jantung untuk mengisi darah di antara detak jantung menjadi lebih sulit ketika protein amiloid menempati ruang di dinding jantung sehingga mengakibatkan sesak napas.

Dr. Patel mengatakan bahwa sebanyak seperempat pasien di atas usia 80 mungkin menderita amiloidosis jantung, tetapi banyak yang tidak terdiagnosis selama rata-rata 3 tahun.

Guna mendiagnosis kondisi ini, pasien perlu menjalani serangkaian tes, termasuk pemindaian pencitraan jantung, tes darah dan urine, dan tes genetik.

Perawatan untuk kondisi ini bervariasi tergantung pada tingkat keparahan dan jenis penyakitnya. Biasanya dimulai dengan obat-obatan, tetapi dapat mencakup transplantasi sumsum tulang atau transplantasi jantung. (red)

Sumber : suara.com

Komentar